Kebun Bunga Amarilis di Patuk Gunung Kidul tetiba menjadi tersohor. Peran media sosial terbukti ampuh menjadi ajang promosi. Puspa Patuk demikian kemudian dikenal. Tidak ada yang istimewa dengan bungan amarilis. Apalagi jenis bunga ini banyak ditanam orang awam. Hanya saja jika jumlah ribuan dan ditanam di lahan luas, maka musim bermekarannya menjadi istimewa. Begitu juga yang terjadi di Patuk Gunung Kidul.
Sayangnya bunga yang hanya bemekaran di musim penghujan itu tak berusia panjang. Semestinya bisa bertahan satu sampai dengan dua pekan dalam kondisi normal. Namun, injakan kaki kaum narsis telah mempercepat ajalnya. Bunga-bunga tak berdosa itu terinjak-injak dan sengaja diinjak demi memuaskan kaum narsis untuk berselfie ria. Lalu mengupload ke media sosial dengan bangga. “Lihatlah aku!”
Kondisi ini hampir serupa dengan maraknya pendakian gunung di seantero jawa. Mereka yang semula dan bahkan tak tertarik sedikitpun dengan pendakian mendadak turut serupa pecinta alam yang sedang menikmati keagungan Tuhan. Tapi dasarnya narsis, sehingga yang mereka ambil gambar dan foto-foto personal dengan meninggalkan persoalan lingkungan. Sampah mereka buang sembarangan, bara api ditinggal begitu saja sehingga memicu kebakaran hutan.
Kisah para pendaki dadakan dan tragisnya nasib bunga amarilis menjadi cermin. Belum dewasanya kita dalam menikmati alam sebagai salah satu tanda keagungan Tuhan.
EmoticonEmoticon